Aku......adalah seorang manusia biasa yang punya hati, dimana dengan mudahnya Sang Maha Pencipta membolak-balikkan hati ini. Tulisan kali ini terseret oleh ajakan kata hati yang beberapa hari terakhir terasa gundah dan tidak tenang. Entah....apa yang membuatku tidak tenang pun aku tak tahu.
Terlepas dari itu, ada hal lain dimana setiap aku bernagkat kerja untuk mendapatkan rizkiMu, ada sesuatu yang selalu menggelitik hingga membuatku berpikir seiring perjalanan menuju kantor. Setelah kulewati terminal Sisemut dan terus ku laju motorku menuju Taman Unyil, sering sekali aku mendahului bapak-bapak mengayuh sepeda tua-nya dengan berbekal beberapa peralatan tukang bangunan yang ia simpan di tas ranselnya yang telah usang dan dengan jahitan kanan kiri. Ya Allah, itulah pengorbanan seorang ayah yang berusaha mencukupi kebutuhan anak istrinya.
Motor terus ku pacu melewati Taman Unyil. Lalu di depan gedung BPK maju sedikit, ada seorang bapak-bapak berdiri di pinggir jalan sambil membawa sekop, memakai topi yang telah usang, sandal jepit yang disambung dengan tali rafia, melambaikan tangan setiap ada truk pasir yang lewat. Aku tau persis yang dikenakan bapak itu, karena di tempat itu sering macet dan perjalanan jadi padat merayap. Dia adalah seorang buruh/tenaga bongkar muat pasir. Jelas, untuk pendapatan sehari berapa pun dia tidak bisa memprediksikan, karena dia juga tidak tahu, dia "laris" gak hari ini? Atau justru malah "blong" sama sekali. Lagi, ini adalah pengorbanan seorang bapak untuk mencukupi kebutuhan agar dapur tetap mengepul.
Tidak hanya sampai disitu, perjalananku masih jauh. Di depan Makodam Diponegoro, pernah suatu ketika kulihat ada semacam oplet mogok dimana di dalam oplet tersebut ada beberapa penumpang. Tanpa ragu pak sopir turun dan mendorong dari luar pintu sopir sambil berusaha di starter. Dimana penumpangnya? Tetap duduk manis di dalam oplet. Sudah pasti, itu beeraaat banget. Ini contoh lain untuk mencari rizkiMu Ya Allah.
Setelah sampai kantor, kembali aku teringat peristiwa yang kulihat tadi. Ingin rasanya aku menangis dan memarahi diriku ini. Betapa aku kurag mensyukuri nikmat Allah atas apa yang telah Engkau berikan kepada kami. Betapa aku selalu merasa kurang dan kurang. Betapa aku selalu merasa iri atas apa yang telah diperoleh orang lain. Betapa aku selalu berandai-andai, "seandainya ...seandainya". Astaghfirullahal'adzim....Ampunilah aku ya Allah. Aku yang masih selalu merasa kurang. Aku yang sholatnya tidak tepat waktu. Aku yang kadang masih menggerutu.
Ya Allah, betapa malunya hambamu ini. Ya Allah...Bimbinglah hamba dan suami hamba di dalam menjalani kehidupan ini, di dalam keluarga dan masyarakat. Tuntunlah kami untuk selalu berjalan di jalanMu dan menjauhi larangan-laranganMu. Semoga nikmat yang telah Engkau berikan kepada kami adalah berkah dan tidak menjadikan kami menjadi orang yang sombong dan takabur. Ya Allah, berikanlah kami kesehatan, keselamatan dan ketentraman. Engkau Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi umatMu. Robbi Habbli Minassholikhin, berikanlah keturunan yang sholeh dan sholehah di dalam keluarga hamba Ya Allah. Untuk suamiku, maafkan aku bila belum bisa menjadi istri yang sempurna untukmu. Aku akan belajar dan terus belajar. Kita sama-sama belajar untuk meraih sakinnah mawahdah warohmah dan Insya Allah kita tetap berjodoh hingga di surgaNya kelak. Amien.
Ku akhiri posting kali ini. Semoga cerita di atas bisa menginspirasi dan mengingatkan saya untuk selalu mensyukuri nikmatMu. Nikmat yang tiada tara dan tak terhingga. Alhamdulillahirobbil'alamin.